Senin, 28 April 2025

Apakah Kulit Bisa Kecanduan Terhadap Skincare? Ini Penjelasannya!



Ilustrasi Canva Apakah Kulit Bisa Kecanduan Terhadap Skincare? Ini Penjelasannya!





Apakah kulit dapat menjadi "ketergantungan" terhadap skincare? Inilah penjelasan ilmiahnya! Pertanyaan mengenai kemungkinan kulit menjadi “ketergantungan” atau "kecanduan" terhadap produk perawatan kulit seringkali muncul di kalangan pengguna skincare.

Banyak orang merasa bahwa setelah mereka berhenti menggunakan produk tertentu, kulit mereka mengalami kemunduran—menjadi lebih kering, kusam, atau muncul jerawat. Hal ini kemudian menimbulkan asumsi bahwa kulit menjadi “kecanduan” skincare.

Namun, secara ilmiah, bagaimana sebenarnya mekanisme ini terjadi? 


 1. Kulit Tidak Bisa “Kecanduan” Skincare secara Biologis 

Dalam terminologi medis, tidak dikenal istilah bahwa kulit bisa mengalami kecanduan atau ketergantungan fisiologis terhadap produk skincare. Ketergantungan umumnya dikaitkan dengan perubahan neurokimia pada otak akibat penggunaan zat psikoaktif seperti narkotika, bukan produk topikal (Yarosh, 2008). 

Kulit adalah organ dinamis yang selalu memperbarui dirinya melalui proses regenerasi. Ketika seseorang berhenti menggunakan skincare, penurunan kualitas kulit yang dirasakan bukanlah akibat dari "ketergantungan", melainkan hasil dari: 
  • Hilangnya bahan aktif yang sebelumnya berperan menjaga keseimbangan kulit. 
  • Tidak adanya dukungan terhadap proses regeneratif kulit karena penggunaan produk dihentikan tiba-tiba. 
  • Faktor lingkungan seperti paparan sinar UV, polusi, atau stres oksidatif yang sebelumnya dikendalikan oleh skincare. 


 2. Reaksi Adaptasi Kulit Terhadap Perubahan Produk 

Saat produk skincare dihentikan atau diganti, kulit memerlukan waktu untuk beradaptasi dengan kondisi yang baru. Proses penyesuaian ini kerap disalahartikan sebagai gejala "kecanduan". 

Beberapa perubahan umum yang bisa terjadi dalam masa transisi adalah: 
  • Munculnya jerawat karena kulit tidak lagi mendapatkan bantuan dari zat aktif pengontrol sebum. 
  •  Kulit menjadi kering atau kehilangan kelembapan akibat hilangnya humektan atau emolien dari produk sebelumnya. 
  • Perubahan tekstur atau warna kulit karena ketidakkonsistenan perawatan.
Maka dari itu, para dermatolog sering menyarankan untuk melakukan transisi skincare secara bertahap agar kulit tidak mengalami reaksi drastis (Draelos, 2010). 


 3. Efek “Withdrawal” pada Produk dengan Bahan Aktif Tertentu 

Beberapa produk perawatan kulit, terutama yang mengandung bahan aktif kuat, memang bisa menyebabkan reaksi mirip withdrawal ketika penggunaannya dihentikan. Meski bukan kecanduan secara biologis, tubuh bereaksi karena kehilangan stimulan yang selama ini membantu fungsi kulit. 

Beberapa contohnya: 
  • Kortikosteroid topikal: Penghentian mendadak bisa memicu dermatitis rebound, berupa kemerahan atau iritasi (Hengge et al., 2006). 
  • AHA dan BHA: Kulit mungkin tampak kusam karena penurunan laju eksfoliasi kimia. 
  • Retinoid: Berhenti mendadak dapat menyebabkan breakout karena terganggunya proses pergantian sel. 
 Solusinya adalah menghentikan secara bertahap dan memastikan penggunaan bahan yang aman dalam jangka panjang. 


 4. Konsistensi dalam Perawatan adalah Kunci Kulit tidak bisa mempertahankan keseimbangan dan tampil glowing hanya dalam hitungan hari. 

Hasil nyata dari penggunaan skincare muncul lewat rutinitas jangka panjang yang konsisten. Maka, ketika efek perawatan hilang saat skincare dihentikan, bukan berarti kulit “kecanduan”, melainkan karena asupan nutrisi dan perlindungan harian tidak lagi tersedia. 

Kulit yang sehat adalah cerminan dari perawatan holistik dan berkelanjutan, baik dari dalam (gaya hidup dan nutrisi) maupun dari luar (produk topikal yang tepat) (Zouboulis et al., 2014). 



5. Memilih Produk Skincare yang Aman untuk Penggunaan Jangka Panjang 

Sebagian besar permasalahan kulit setelah berhenti memakai skincare bisa dihindari jika sejak awal memilih produk yang lembut, non-komedogenik, dan berbahan dasar alami. 

Produk dengan bahan sintetis keras atau steroid sebaiknya digunakan dalam pengawasan dokter. Produk berbasis herbal dan bahan organik, seperti yang mengandung ekstrak lidah buaya, minyak alami, dan vitamin, umumnya lebih aman untuk penggunaan rutin dan tidak menyebabkan efek rebound ketika dihentikan (Agarwal et al., 2013). 



 Kesimpulan 

Berdasarkan bukti ilmiah, dapat disimpulkan bahwa kulit tidak dapat mengalami ketergantungan biologis terhadap skincare seperti halnya obat psikoaktif. Yang terjadi adalah perubahan kondisi kulit akibat hilangnya dukungan bahan aktif dalam produk skincare, serta respons adaptasi kulit terhadap perubahan tersebut. 

Reaksi seperti breakout atau kekeringan saat berhenti menggunakan skincare bukanlah tanda kecanduan, tetapi hasil dari penghentian nutrisi dan perlindungan eksternal secara mendadak. Oleh karena itu, penting untuk memilih produk skincare yang aman, alami, dan cocok untuk pemakaian jangka panjang, serta mengaplikasikannya secara konsisten. 


 Daftar Pustaka: 
  • Yarosh, D. (2008). Skin Aging and Photodamage. Marcel Dekker, Inc. Draelos, Z. D. (2010). Cosmetic Dermatology: Products and Procedures.Wiley-Blackwell. 
  • Hengge, U. R., Ruzicka, T., Schwartz, R. A., & Cork, M. J. (2006). Adverse effects of topical glucocorticosteroids.Journal of the American Academy of Dermatology, 54(1), 1–15.
  • Zouboulis, C. C., Makrantonaki, E., & Ganceviciene, R. (2014). The skin as a mirror of the aging process. Dermato-Endocrinology, 6(1), e96290.
  • Agarwal, R. et al. (2013). Use of natural ingredients in cosmetic formulations: past and present. Journal of Cosmetic Dermatology, 12(4), 231–236.
  • American Academy of Dermatology. (2020). Skin Care Myths and Facts. www.aad.org 
  • Harvard Health Publishing. (2020). How skin adapts to changes in care. www.health.harvard.edu 
  • Batrisyia Skincare Community


Apa Itu Skin Barrier? Peduli dengan Kulitmu Yuk!

 Apa Itu Skin Barrier? Peduli dengan Kulitmu Yuk!   Kulit sehat atau bermasalah bisa diketahui dari skin barrier . Apa itu skin barrier? Sk...